Dari Kawah hingga Air Panas
>> Thursday, November 1, 2007
TANGKUBAN Perahu, nama salah satu gunung api di Jawa Barat, sudah melegenda. Tingginya 2.084 meter dari permukaan laut. Letaknya sekitar 30 kilometer utara Bandung, ibu kota Provinsi Jawa Barat. Gunung berbentuk seperti trapesium terpancung, atau yang dikenal secara populer digambarkan berbentuk perahu terbalik, itu adalah salah satu gunung berapi aktif di Jabar.
Gunung berapi ini memang sekarang masih "tidur". Tetapi, dalam kurun waktu 1,5 abad tercatat telah beberapa kali meletus. Tak heran bila kita berada di atasnya menemukan ada sembilan kawah. Beberapa kawah memunculkan bau asap belerang, bahkan ada kawah yang dilarang dituruni karena bau asapnya mengandung racun.
Kesembilan kawah itu yakni Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Jurig, Badak, Jarian, Siluman ,dan Pangguyangan Badak. Kendati kawah-kawah ini terlihat masih aman, sejak tahun 1985 perkembangannya terus dicermati dari Pos Pengamatan di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung.
Bagi yang belum pernah berkunjung ke gunung ini, sangatlah mudah untuk mencapainya. Ini dikarenakan ada jalan beraspal yang bisa dilewati kendaraan roda empat dari Wates Lembang hingga ke Kawah Ratu. Tak heran, dengan kemudahan transportasi ini banyak wisatawan yang mengunjungi tempat ini.
Di Tangkuban Perahu, para wisatawan dapat belajar bagaimana sebagian alam itu terbentuk. Bayangkan, jika sebuah gunung berapi meletus, hampir dipastikan kita beranggapan daerah sekitarnya akan mengalami kegersangan dan menjadi daerah miskin. Tetapi, setelah sekian lama, ternyata gunung berapi itu memiliki lingkungan alamnya sendiri.
Gunung Tangkuban Perahu menjadi kegiatan penduduk dan dunia usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung. Eksploitasi batuan-batuan belerang, berbagai tumbuhan, dan kerajinan masyarakat setempat menjadi sumber mata pencarian masyarakat setempat.
Keberadaan penduduk di sekitar gunung ini juga secara alamiah memanfaatkan kekayaan alamnya untuk dimanfaatkan. Lingkungan yang subur bagi pertanian tanaman pangan, sayuran, dan tanaman lain seperti perkebunan teh menjadi sumber penghidupan mereka.
Sementara bagi masyarakat di luar lingkungan Gunung Tangkuban Perahu, kesejukan udara dan pemandangan yang indah menjadi daya tarik tersendiri. Inilah yang membuat para pengunjung selalu ingin mengetahui berbagai hal mengenai terbentuknya kawah-kawah pada gunung api ini.
Namun, setiap pengunjung biasanya tidak sembarangan bisa turun ke kawah-kawah gunung berapi itu. Di sana disediakan pemandu. Ini penting untuk menjaga keselamatan mereka. Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang gunung api ini, maka selain menemui petugas kantor pusat informasi yang disediakan PT Perhutani Jabar yang ada di sana, juga dapat menemui petugas Pos Pengamatan setempat.
Ketika turun ke beberapa kawah tersebut, kita akan mengetahui bahwa gunung berapi ini dalam keadaan aktif normal. Asap yang muncul berwarna putih dengan tekanan gas yang lemah. Tinggi asap berkisar antara 5-25 meter dari permukaan kawah. Asap inilah yang menimbulkan bau belerang.
Bagi wisatawan atau pelajar, turun langsung ke kawah-kawah gunung api ini memberikan contoh riil dari proses alam yang terjadi di Bumi. Ini tentu saja menuntut instansi terkait memberikan panduan yang baik secara ilmiah ba-gaimana mereka bisa menikmatinya secara aman. Selain secara ilmiah, juga cerita legenda Sangkuriang menjadi menarik untuk diikutsertakan dalam pemberian informasi mengenai terbentuknya gunung berapi ini.
Usai menikmati puncak gunung api ini, wisatawan mempunyai banyak pilihan untuk menikmati suasana lain di sekitarnya. Daerah sekeliling puncak gunung ini bukanlah kegersangan yang kita lihat, tetapi justru sebuah kawasan hutan lindung yang terjaga dengan baik.
Selain pepohonan, berbagai jenis anggrek dan bunga khas pegunungan sangat indah dapat dinikmati ketika menyusuri ke puncak gunung ini. Untuk menikmati keindahan alam ini, wisatawan dapat memilih melakukan perkemahan di Wana Wisata Cikole yang letaknya tidak jauh dari Taman Wisata Tangkuban Perahu.
***
KEINDAHAN hutan di sekitar Gunung Tangkuban Perahu juga dapat dinikmati dengan jalan kaki. Wisatawan yang datang dari Lembang dapat mencapai Tangkuban Perahu dengan rute jalan kaki menuju Wana Wisata Jayagiri. Ini biasanya disebut lintas hutan indah melalui hutan pinus.
Di daerah kaki gunung terhampar areal perkebunan dan tempat wisata-tempat wisata yang tertata rapi. Selain itu, jika saat udara cerah kita dapat melihat dengan jelas antara lain Laut Jawa dan Kota Bandung, serta daerah Subang.
Di daerah Subang misalnya, kita dapat melihat salah satu proses patahan gunung ini, yakni terbentuknya beberapa mata air panas. Untuk menikmati air panas kita bisa berkunjung ke tempat wisata Sari Ater di Ciater. Kawasan ini diperuntukkan bagi wisatawan yang ingin menikmati peristirahatan atau rekreasi alam.
Mata air panas di Sari Ater berasal dari kawah aktif Gunung Tangkuban Perahu. Suhunya mencapai 44 derajat Celcius. Namun, setelah dialirkan ke kolam renang dan ke kamar-kamar hotel turun menjadi 37-40 derajat Celcius.
Diyakini banyak pengunjung yang datang, bahwa berendam di dalam kolam renang air panas tersebut akan memperoleh kesembuhan dari berbagai penyakit. Antara lain seperti kelumpuhan, rematik, gangguan saraf, tulang, dan berbagai penyakit kulit.
Ini diperkirakan karena air tersebut mengandung belerang, yang disebut-sebut sebagai unsur penting untuk perawatan berbagai penyakit apabila dilakukan secara teratur. Air panas di Sari Ater, setelah mengalir ke sungai sepanjang 2.000 meter menjadi dingin dan dimanfaatkan penduduk setempat untuk kepentingan pengairan lahan persawahan. Air ini juga dipercaya dapat meningkatkan mutu panen dibandingkan dengan menggunakan air biasa.
Di Sari Ater, selain pemandian air panas sebanyak tujuh kolam, juga disediakan fasilitas rekreasi lainnya, yakni kamar mandi air panas alam, area piknik, taman patung hewan, kuda tunggang dan delman, taman bermain untuk anak-anak, perahu dayung, lahan perkemahan, dan sarana joging.
Di samping itu, juga terdapat hotel yang memiliki 101 kamar dengan berbagai kelas. Kamar-kamar ini dirancang dengan arsitektur khas tradisional dan dilapisi dengan dinding bambu.
Dalam menikmati panorama Tangkuban Perahu, wisatawan perlu tahu wilayah-wilayah yang tak boleh diinjak karena membahayakan. Menurut berita berkala vulkanologi edisi khusus berjudul G Tangkubanparahu yang diterbitkan Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral Direktorat Vulkanologi, Departemen Pertambangan dan Energi, tahun 1990, wilayah atau daerah bahaya Tangkuban Perahu meliputi luas sekitar 57,5 km persegi.
Wilayah itu mungkin terancam oleh jatuhan rempah vulkanik (abu, lapili, bom) terbatas pada jarak radius 2,5 km persegi sampai 3 km persegi, yakni sekitar kawah aktif.
Aliran awan panas ataupun aliran lava mungkin sebagian besar akan mengisi lembah-lembah yang berhulu dari puncak yang diperkirakan sejauh kurang lebih tujuh sampai 10 km ke berbagai arah. Ke arah selatan melalui Sungai Cibodas, Sungai Cihideung, Sungai Cimahi, dan Sungai Cikole.
Ke arah utara dan timurlaut melalui Sungai Cipangasahan dengan cabang-cabang Sungai Cinangka, Sungai Cipunagara, dan Sungai Cikondang yang dapat mencapai sekitar 20 km. Hal ini disebabkan oleh lereng sebelah utara lebih curam dibandingkan lereng di selatan. Di samping itu, gawir sesar Lembang merupakan dinding penghalang aliran ke selatan.
Menurut catatan tertua yang ditulis Junghuhn (1853), Tangkuban Perahu mengalami erupsi tahun 1829. Ketika itu pada tanggal 4-7 April, letusan abu secara terus-menerus berasal dari pusat erupsi Kawah Ratu dan Kawah samping Domas. Lalu pada tahun 1846 terjadi erupsi dalam Kawah Ratu.
Tahun 1896 terjadi letusan freatic, dan terbentuknya Kawah Baru. Tahun 1910 terjadi letusan dalam Kawah Ratu, menghasilkan skorea dan abu. Dan, pada tahun 1952 hingga sekarang Tangkuban Perahu dalam keadaan aktif normal.
Gunung berapi ini memang sekarang masih "tidur". Tetapi, dalam kurun waktu 1,5 abad tercatat telah beberapa kali meletus. Tak heran bila kita berada di atasnya menemukan ada sembilan kawah. Beberapa kawah memunculkan bau asap belerang, bahkan ada kawah yang dilarang dituruni karena bau asapnya mengandung racun.
Kesembilan kawah itu yakni Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Jurig, Badak, Jarian, Siluman ,dan Pangguyangan Badak. Kendati kawah-kawah ini terlihat masih aman, sejak tahun 1985 perkembangannya terus dicermati dari Pos Pengamatan di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung.
Bagi yang belum pernah berkunjung ke gunung ini, sangatlah mudah untuk mencapainya. Ini dikarenakan ada jalan beraspal yang bisa dilewati kendaraan roda empat dari Wates Lembang hingga ke Kawah Ratu. Tak heran, dengan kemudahan transportasi ini banyak wisatawan yang mengunjungi tempat ini.
Di Tangkuban Perahu, para wisatawan dapat belajar bagaimana sebagian alam itu terbentuk. Bayangkan, jika sebuah gunung berapi meletus, hampir dipastikan kita beranggapan daerah sekitarnya akan mengalami kegersangan dan menjadi daerah miskin. Tetapi, setelah sekian lama, ternyata gunung berapi itu memiliki lingkungan alamnya sendiri.
Gunung Tangkuban Perahu menjadi kegiatan penduduk dan dunia usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung. Eksploitasi batuan-batuan belerang, berbagai tumbuhan, dan kerajinan masyarakat setempat menjadi sumber mata pencarian masyarakat setempat.
Keberadaan penduduk di sekitar gunung ini juga secara alamiah memanfaatkan kekayaan alamnya untuk dimanfaatkan. Lingkungan yang subur bagi pertanian tanaman pangan, sayuran, dan tanaman lain seperti perkebunan teh menjadi sumber penghidupan mereka.
Sementara bagi masyarakat di luar lingkungan Gunung Tangkuban Perahu, kesejukan udara dan pemandangan yang indah menjadi daya tarik tersendiri. Inilah yang membuat para pengunjung selalu ingin mengetahui berbagai hal mengenai terbentuknya kawah-kawah pada gunung api ini.
Namun, setiap pengunjung biasanya tidak sembarangan bisa turun ke kawah-kawah gunung berapi itu. Di sana disediakan pemandu. Ini penting untuk menjaga keselamatan mereka. Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang gunung api ini, maka selain menemui petugas kantor pusat informasi yang disediakan PT Perhutani Jabar yang ada di sana, juga dapat menemui petugas Pos Pengamatan setempat.
Ketika turun ke beberapa kawah tersebut, kita akan mengetahui bahwa gunung berapi ini dalam keadaan aktif normal. Asap yang muncul berwarna putih dengan tekanan gas yang lemah. Tinggi asap berkisar antara 5-25 meter dari permukaan kawah. Asap inilah yang menimbulkan bau belerang.
Bagi wisatawan atau pelajar, turun langsung ke kawah-kawah gunung api ini memberikan contoh riil dari proses alam yang terjadi di Bumi. Ini tentu saja menuntut instansi terkait memberikan panduan yang baik secara ilmiah ba-gaimana mereka bisa menikmatinya secara aman. Selain secara ilmiah, juga cerita legenda Sangkuriang menjadi menarik untuk diikutsertakan dalam pemberian informasi mengenai terbentuknya gunung berapi ini.
Usai menikmati puncak gunung api ini, wisatawan mempunyai banyak pilihan untuk menikmati suasana lain di sekitarnya. Daerah sekeliling puncak gunung ini bukanlah kegersangan yang kita lihat, tetapi justru sebuah kawasan hutan lindung yang terjaga dengan baik.
Selain pepohonan, berbagai jenis anggrek dan bunga khas pegunungan sangat indah dapat dinikmati ketika menyusuri ke puncak gunung ini. Untuk menikmati keindahan alam ini, wisatawan dapat memilih melakukan perkemahan di Wana Wisata Cikole yang letaknya tidak jauh dari Taman Wisata Tangkuban Perahu.
***
KEINDAHAN hutan di sekitar Gunung Tangkuban Perahu juga dapat dinikmati dengan jalan kaki. Wisatawan yang datang dari Lembang dapat mencapai Tangkuban Perahu dengan rute jalan kaki menuju Wana Wisata Jayagiri. Ini biasanya disebut lintas hutan indah melalui hutan pinus.
Di daerah kaki gunung terhampar areal perkebunan dan tempat wisata-tempat wisata yang tertata rapi. Selain itu, jika saat udara cerah kita dapat melihat dengan jelas antara lain Laut Jawa dan Kota Bandung, serta daerah Subang.
Di daerah Subang misalnya, kita dapat melihat salah satu proses patahan gunung ini, yakni terbentuknya beberapa mata air panas. Untuk menikmati air panas kita bisa berkunjung ke tempat wisata Sari Ater di Ciater. Kawasan ini diperuntukkan bagi wisatawan yang ingin menikmati peristirahatan atau rekreasi alam.
Mata air panas di Sari Ater berasal dari kawah aktif Gunung Tangkuban Perahu. Suhunya mencapai 44 derajat Celcius. Namun, setelah dialirkan ke kolam renang dan ke kamar-kamar hotel turun menjadi 37-40 derajat Celcius.
Diyakini banyak pengunjung yang datang, bahwa berendam di dalam kolam renang air panas tersebut akan memperoleh kesembuhan dari berbagai penyakit. Antara lain seperti kelumpuhan, rematik, gangguan saraf, tulang, dan berbagai penyakit kulit.
Ini diperkirakan karena air tersebut mengandung belerang, yang disebut-sebut sebagai unsur penting untuk perawatan berbagai penyakit apabila dilakukan secara teratur. Air panas di Sari Ater, setelah mengalir ke sungai sepanjang 2.000 meter menjadi dingin dan dimanfaatkan penduduk setempat untuk kepentingan pengairan lahan persawahan. Air ini juga dipercaya dapat meningkatkan mutu panen dibandingkan dengan menggunakan air biasa.
Di Sari Ater, selain pemandian air panas sebanyak tujuh kolam, juga disediakan fasilitas rekreasi lainnya, yakni kamar mandi air panas alam, area piknik, taman patung hewan, kuda tunggang dan delman, taman bermain untuk anak-anak, perahu dayung, lahan perkemahan, dan sarana joging.
Di samping itu, juga terdapat hotel yang memiliki 101 kamar dengan berbagai kelas. Kamar-kamar ini dirancang dengan arsitektur khas tradisional dan dilapisi dengan dinding bambu.
Dalam menikmati panorama Tangkuban Perahu, wisatawan perlu tahu wilayah-wilayah yang tak boleh diinjak karena membahayakan. Menurut berita berkala vulkanologi edisi khusus berjudul G Tangkubanparahu yang diterbitkan Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral Direktorat Vulkanologi, Departemen Pertambangan dan Energi, tahun 1990, wilayah atau daerah bahaya Tangkuban Perahu meliputi luas sekitar 57,5 km persegi.
Wilayah itu mungkin terancam oleh jatuhan rempah vulkanik (abu, lapili, bom) terbatas pada jarak radius 2,5 km persegi sampai 3 km persegi, yakni sekitar kawah aktif.
Aliran awan panas ataupun aliran lava mungkin sebagian besar akan mengisi lembah-lembah yang berhulu dari puncak yang diperkirakan sejauh kurang lebih tujuh sampai 10 km ke berbagai arah. Ke arah selatan melalui Sungai Cibodas, Sungai Cihideung, Sungai Cimahi, dan Sungai Cikole.
Ke arah utara dan timurlaut melalui Sungai Cipangasahan dengan cabang-cabang Sungai Cinangka, Sungai Cipunagara, dan Sungai Cikondang yang dapat mencapai sekitar 20 km. Hal ini disebabkan oleh lereng sebelah utara lebih curam dibandingkan lereng di selatan. Di samping itu, gawir sesar Lembang merupakan dinding penghalang aliran ke selatan.
Menurut catatan tertua yang ditulis Junghuhn (1853), Tangkuban Perahu mengalami erupsi tahun 1829. Ketika itu pada tanggal 4-7 April, letusan abu secara terus-menerus berasal dari pusat erupsi Kawah Ratu dan Kawah samping Domas. Lalu pada tahun 1846 terjadi erupsi dalam Kawah Ratu.
Tahun 1896 terjadi letusan freatic, dan terbentuknya Kawah Baru. Tahun 1910 terjadi letusan dalam Kawah Ratu, menghasilkan skorea dan abu. Dan, pada tahun 1952 hingga sekarang Tangkuban Perahu dalam keadaan aktif normal.
Sumber: Kompas, Sabtu, 28 Juli 2001.
0 comments:
Post a Comment