SEARCH TOURISM

The Domas Crater Boling Springs

>> Thursday, November 29, 2007

A favorite spot of volcanic activity to visit is the Domas Crater, located about a kilometer down the northeastern slope. A wide, well-marked stairway leads down from the car park at Kawah Ratu. The walk takes about thirty minutes.

Read more...

Ciptagelar, Perkampungan Cantik di Kaki G. Halimun

>> Wednesday, November 28, 2007

Semula Bernama Kampung Sukamulya
Kampung Ciptarasa

GAPURA pertama yang menuju Kampung Ciptarasa yang kini telah ditinggalkan Abah Anom.* Nanang S/”Galura”

BAGI Encup Sucipta, demikian nama lengkap Abah Anom, ketua adat Kasepuhan, Ciptagelar Ciptarasa memiliki arti tersendiri. Di Ciptarasa lah dia diangkat jadi sesepuh girang (ketua adat) menggantikan ayahnya, Abah Arjo. Abah Anom jadi sesepuh girang dalam usia yang masih sangat muda, 17 tahun. Oleh karena itulah, dia dipanggil Abah Anom (bahasa Indonesia: muda)
Meski Kampung Ciptarasa mengandung

Read more...

Ciptagelar, Perkampungan Cantik di Kaki G. Halimun

Semula Bernama Kampung Sukamulya
Kampung Ciptarasa

GAPURA pertama yang menuju Kampung Ciptarasa yang kini telah ditinggalkan Abah Anom.* Nanang S/”Galura”

BAGI Encup Sucipta, demikian nama lengkap Abah Anom, ketua adat Kasepuhan, Ciptagelar Ciptarasa memiliki arti tersendiri. Di Ciptarasa lah dia diangkat jadi sesepuh girang (ketua adat) menggantikan ayahnya, Abah Arjo. Abah Anom jadi sesepuh girang dalam usia yang masih sangat muda, 17 tahun. Oleh karena itulah, dia dipanggil Abah Anom (bahasa Indonesia: muda)
Meski Kampung Ciptarasa mengandung

Read more...

Kembali ke Menu ”Kampung”

Pedagang Empal Gentong
PEDAGANG empal gentong melayani pembelinya di sebuah festival makanan tradisional di IBCC Bandung, pekan lalu. Saat ini, kecenderungan pilihan masyarakat kembali ke makanan kampung, menimbulkan fenomena yang cukup menggembirakan.* DUDI SUGANDI/”PR”

MEREKA yang belum pernah lagi menginjakkan kaki ke Bandung selama lima atau enam tahun belakangan ini, mungkin akan merasakan atmosfer yang berbeda jika datang ke kota ini sekarang.

Beberapa tahun lalu, berjalan-jalan di sini terasa tengah berada di Eropa. Bukan karena tiba-tiba turun salju, tapi karena begitu mudah mendapatkan makanan khas negara Eropa di kota yang sebenarnya kaya dengan makanan lokal ini.

Tak hanya restoran besar, warung pinggir jalan pun menyediakan menu steak sebagai sajian utama. Makan makanan orang bule, pada masa itu menjanjikan naiknya harga diri alias gengsi.

"Waktu itu malu rasanya mengakui belum mengetahui apa bedanya sirloin dan tenderloin steak," kata Wijaya (35), mengenang motivasi utamanya saat mencoba mengonsumsi makanan Eropa ini.

Di kalangan anak sekolah kota besar, merayakan ulang tahun teman berarti menyantap steak, piza, atau spageti.

"Teman-teman yang punya uang banyak biasanya merayakannya di restoran-restoran besar. Yang anggaran ulang tahunnya terbatas dari ortu, boleh mentraktir di warung-warung steak pinggir jalan," kata Taya (20), mahasiswi Universitas Padjadjaran Bandung. Masa tergila-gila makanan Eropa ini dialami Taya saat ia duduk di bangku SMP dan berlanjut hingga SMU, 6 tahun ke belakang.

Kini cobalah bertanya pada anak sekolah menengah. Selain menu makanan Eropa, pilihan mereka lebih beragam. Masih memakai seragam sekolah, di sebuah restoran yang menyajikan makanan tradisional khas Sunda mereka berlomba menyendok nasi dari bakul, setelah sebelumnya beramai-ramai menyanyikan lagu ulang tahun.

"Beberapa teman yang berulang tahun sekarang memang sering mengajak makan di restoran tradisional. Rasanya unik aja gitu, bosen juga sih makan steak," kata Wita (16), siswi sebuah SMA favorit di Kota Bandung.

Di kalangan dewasa, pamor makanan tradisional sudah lebih dulu mencuat. Pada rapat-rapat di perkantoran, organisasi, seminar, dan sebagainya, orang pernah begitu fanatik dengan kue-kue kecil rasa Eropa, seperti kue keju dan tar. Kini makanan itu sedikit demi sedikit mulai tereliminasi, tergantikan oleh jajan pasar yang dikemas lebih menarik, rapi, dan enak tentu saja.

Seperti perdebatan lebih dulu mana antara telur dan ayam, begitu juga yang terjadi di dunia kuliner.

Entah karena semakin banyak pelanggan yang ingin back to basic, maka warung, restoran bahkan hotel berbintang pun menyediakan menu "kampung". Atau karena semakin banyak tempat yang menyediakan menu tradisional sehingga selera masyarakat tergiring? Tak jadi soal, lingkaran ini membuat orang sadar ternyata makanan khas Indonesia pun enak, bahkan lebih oke di lidah kita.

KECENDERUNGAN pilihan masyarakat kembali ke makanan kampung, menimbulkan fenomena yang mencengangkan. Baik individu maupun pengusaha makanan berlomba menjadi yang paling "kampungan". Nama-nama tempat yang menjanjikan suasana kampung pun bertebaran di mana-mana.

Bahkan sebuah restoran yang menyajikan makanan khas Sunda, melalui iklannya yang dipasang di pinggir jalan tol menuju gerbang tol Pasteur, menjanjikan pelanggannya akan merasakan suasana dan makanan "kampung" di tempatnya.

Dengan moto, "ternyata masih kampungan", reklame ini menggiring masyarakat yang ingin merasakan nikmatnya makanan "kampung" mengunjungi tempat yang ditata bersuasana kampung juga. Dengan musik pengiring lagu Sunda, di restoran tersebut orang duduk dalam bangku-bangku yang terbuat dari bambu khas desa.

Restoran ini termasuk pendatang baru di Kota Bandung. Jauh sebelumnya sudah bermunculan restoran "kampung" lainnya. Untuk mendapatkan suasana desa, bahkan pengusaha berani melakukan investasi besar membangun sebuah restoran yang mencerminkan suasana desa.

Fenomena ini juga terjadi di luar Kota Bandung. Salah satu pencitraan kampung melalui papan nama. Mendengar nama Restoran "Mulih Ka Desa" yang berada di Garut, image langsung terpeta dengan suasana dan makanan khas kampung.

Selain Mulih Ka Desa, ada lagi restoran bernuansa kampung di daerah Garut yang berhasil mencuri perhatian masyarakat. Selain makanan juga karena atmosfer desa yang sangat kental. Sebut saja Restoran Sari Papandayan yang berada di daerah Cisurupan, tepat di depan Gunung Cikurai Garut.

Menurut sang pimpinan resto sekaligus bungalo, Sulaeman Abdurachim (47), sejak dibuka tahun 2005 lalu, tingkat kunjungan ke tempat ini mengalami kenaikan yang sangat berarti. "Hingga delapan puluh persen," kata Sulaeman.

Sulaeman memanfaatkan benar suasana pedesaan. Ia menyinkronkan menu masakan tradisional dengan tempat makanan berupa lesehan.

Soal atmosfer desa inilah yang membuat Sofyan (45) dan keluarganya senang berpetualang mencari pengganjal perut di tempat yang "bernada" kampungan ini.

"Di tempat seperti ini, saya tidak usah sibuk memikirkan sopan santun. Tak usah sibuk memilih giliran sendok mana yang harus digunakan," kata Sofyan sambil tertawa.

Yang dimaksud Sofyan, jika menyantap makanan Eropa tentu saja ia harus memikirkan etiket makanan. Table manner mengharuskan orang menggunakan sendok yang tepat untuk menyantap sup, makanan utama atau makanan penutup.

Senada dengan Sofyan, ada Cyndy (42, sebut saja begitu), yang sangat menyukai makan di tepat yang ada lesehan ala kampung. "Saya selalu mencari tempat makan yang ada lesehannya. Di sini saya bisa selonjoran, bersila atau menumpangkan tangan di kaki, makan seperti abang becak. Ha..ha..ha," kata penduduk Jakarta yang sedang berakhir pekan di Bandung, Sabtu lalu.

Tren kembalinya selera masyarakat ke makanan lokal diakui pula oleh Avianti Sukarmadijaya (27) pemilik Def Resto, sebuah restoran yang menyajikan makanan khas Sunda, di Jalan Cihampelas Bandung.

"Tampaknya orang sudah mulai bosan dengan makanan luar negeri. Ini membuat mereka kembali ke masakan tradisional," ujar Avi yang sudah menyajikan makanan lokal seperti nasi liwet, nasi tutug oncom hingga nasi liwet sejak tahun 2003.

Sebelum tahun itu, masih sulit orang mendapatkan nasi tutug oncom atau nasi liwet di rumah makan. Kini rumah makan dengan penawaran jenis masakan itu bertaburan bak cendawan di musim hujan.

Bukan saja makanan khas Sunda. Di daerah Parahyangan ini pun makanan asal seberang pulau berani tampil. Makin banyak restoran yang mengkhususkan diri menyajikan makanan khas seberang, dari mulai mi Aceh hingga makanan melayu lainnya.

Bahwa makanan resep nenek ternyata bisa dijual tak lepas dari heboh-heboh antrean makanan tradisional di beberapa tempat. Sebut saja nama "Surabi Imut" di kawasan Jln. Setiabudhi. Walau harus antre dan menunggu, mereka tak keberatan menunggu giliran penjual selesai membakar serabi pesanan mereka.

Orang-orang kreatif di belakang makanan tradisional inilah yang memelopori bangkitnya makanan lokal. Betapa tidak kreatif, serabi yang aslinya hanya dua rasa, oncom dan kinca gula, bisa dimodifikasi mulai dari rasa sosis hingga keju.

Kemasan yang dibuat orang-orang modern inilah salah satu faktor yang menyadarkan orang bahwa jika dikemas dengan baik makanan tradisional bisa punya nilai lebih. (Uci Anwar).

Sumber: Pikiran Rakyat, Jumat, 25 Mei 2007.


Read more...

Kuliner "Jadul", Sisi Lain Daya Tarik Bandung

Dwi Bayu Radius

"Bandung itu surganya makanan enak dan harganya murah," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Jawa Barat Ries Hermawan. Tidak hanya wisatawan lokal yang menyukai makanan khas Bandung, turis asing pun menggemarinya. Mereka menyukai masakan Sunda.

Ries mengatakan, makanan di Bandung yang sering dicari wisatawan lokal adalah surabi, batagor, dan goreng oncom. Makanan tersebut bukan hanya terkenal di Bandung atau kota-kota sekitarnya saja, tetapi juga di Indonesia.

Ungkapan semacam itu kerap diutarakan untuk menjelaskan daya tarik kuliner Bandung yang sudah terkenal. Berbagai penganan khas Bandung, seperti Soes Merdeka, Brownies Primarasa, Pisang Keju Kartika Sari, dan Brownies Kukus Amanda adalah oleh-oleh yang rutin dibeli wisatawan.


Meski demikian, Bandung sebenarnya memiliki sisi lain dari daya tarik kulinernya. Jika menginginkan cita rasa lain, wisatawan dapat mencoba sajian dengan nuansa klasik. Rumah makan zaman dulu atau "jadul" bisa dipertimbangkan pelancong yang ingin berlibur di Bandung. Tempat makan semacam itu sudah ada sejak puluhan tahun lalu, bahkan sejak zaman Belanda.

Salah satu tempat pilihan adalah Rasa Bakery and Cafe di Jalan Tamblong yang sudah berdiri sejak tahun 1945. Hidangan yang ditawarkan terutama es krim dan berbagai macam roti, sebagian masih menggunakan resep orisinal dan hingga kini dibuat tanpa bahan pengawet.

Manajer Rasa Bakery and Cafe Andreas Christianto mengatakan, tempat itu awalnya dimiliki pengusaha Belanda. Sebelumnya, Rasa bernama Hazes. Sekitar 40 tahun lalu, Rasa dibeli warga lokal.


Sampai sekarang, Rasa masih banyak didatangi kaum tua untuk sekadar bernostalgia, termasuk di antaranya turis Belanda. Beberapa makanan, antara lain, saucys brood dengan pilihan sapi, ayam, atau keju. Merg pijp adalah kue yang dibungkus campuran terigu dan gula, sedangkan amandel adalah bolu gulung dengan kacang. Ada pula kue tar, seperti black forest dan gateaux d african.


Es krim yang dijual berbentuk cone dan cup dengan rasa vanila, coklat, pisang, dan rum raisin. Es krim rasa rum raisin paling banyak dibeli. Rasa yang dulu tidak begitu luas semakin diperlebar. Namun, bangunan aslinya tetap dipertahankan.


Kalau tak ingin menyantap makanan, sebuah toko kopi tua bisa menjadi pilihan. Namun, jangan membayangkan pengunjung dapat duduk santai sambil meneguk nikmatnya kopi di sana. Pabrik Kopi Aroma, demikian nama tempat itu, hanya menjual kopi tanpa menyuguhkan minuman.

Pabrik Kopi Aroma berada di pertigaan Jalan Banceuy dengan Jalan Pecinan Lama. Buka pukul 08.00-16.00, kadang lebih awal atau lebih lambat. Tempat itu sudah buka sejak tahun 1930-an. Kopi yang dihasilkan pun diolah menggunakan mesin yang dibuat pada masa itu.

Tempat lain yang tak kalah mengandung nilai historis adalah Sumber Hidangan di Jalan Braga. Tempat itu sudah ada sejak tahun 1929. Dulu namanya Het Snoephuis. Berbagai jenis kue, misalnya kaasstengel atau mozaik, dan makanan, seperti nasi goreng, bihun, bakmi, dan bistik, dijual di sana.

Di Jalan Braga juga terdapat Kafe dan Restoran Braga Permai yang dulu bernama Maison Bogerijen. Tempat yang menjual bermacam roti itu dulu merupakan persinggahan delegasi Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955. Makanan yang dijual ketika itu tak jauh berbeda dengan saat ini.

Adapun di Jalan Otto Iskandar Dinata, Toko Roti Sidodadi sudah berdiri sejak tahun 1950-an. Resep pembuatannya masih sama dengan yang dijual dulu. Beberapa roti yang dijual adalah gambang, kismis, dan tawar frans. Toko tersebut masih terlihat sederhana.


Sezaman dengan toko roti Sidodadi, Restoran Queen di Jalan Dalem Kaum dibuka pendirinya tahun 1954. Menunya, antara lain, adalah capcay, mi goreng, dan fuyunghai. Restoran itu juga sempat dikunjungi tamu-tamu negara pada saat KAA berlangsung.


Tempat-tempat makan lain yang bisa dipertimbangkan adalah Warung Nasi Ma’ Uneh dan Sawios. Meski tidak dibuka sejak zaman Belanda, usaha yang sudah dijalankan setidaknya sejak tahun 1970-an itu bisa dikatakan relatif lama.


Keunikan lain dari kedua tempat itu, pengunjung harus rela melewati gang kecil yang tidak cukup dilewati mobil. Ma’ Uneh terletak di Jalan Terasana. Mereka yang ingin ke sana harus masuk sebuah jalan kecil di samping Rumah Sakit Melinda, Jalan Pajajaran.


Tempat itu buka pukul 07.00-16.00. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bandung Eddy Rachmat mengatakan, semasa dirinya masih kuliah tahun 1970-an warung Ma’ Uneh sebenarnya menjadi tempat menunggu pemilik mobil ketika kendaraannya sedang diperbaiki di bengkel. Kini, usaha Ma’ Uneh semakin besar dengan penyajian lebih bersih dan tempat yang nyaman.


Adapun Warung Nasi Sawios terletak di gang kecil sebelah Bandoengsche Melk Centrale (BMC), Jalan Aceh. Pemiliknya adalah Siti Aminah (47) yang akrab disapa Ibu Hajjah. Ciri khas Sawios yang juga menginspirasi nama warung nasi tersebut adalah selera humor Ibu Hajjah. Setiap kali tamu membayar selalu diawali dengan kata Sunda "sawios" yang berarti ya sudah atau biarlah.

"Sawios Bu, genep las ribeng. Tengkyu. Sawios, permios, pribados, adios, amigos, extra joss, mentos, trimos," kata Siti kepada seorang pelanggannya. Jika diartikan kira-kira, "Sudahlah Bu, Rp 16.000 saja. Terima kasih."

Sementara rentetan kata-kata selanjutnya hanya ditambahkan untuk membuat konsumen tersenyum. Kekhasan lain, Siti menggunakan istilah yang lucu, misalnya london untuk sayur lodeh, sogun untuk soun, dan parabola untuk jengkol.


Istilah lain adalah susu maya untuk usus ayam, jerman untuk jeruk manis, kopasus untuk kopi susu panas, imas ge-er untuk ikan mas goreng, dan teroris untuk telor dadar. Siti mengatakan, hidangan yang menjadi andalan adalah semur jengkol.


Lauk lain yang banyak disukai adalah goreng kentang kering dan ayam goreng. Siti berjualan sejak tahun 1971. Warung nasi Sawios buka pukul 08.00-17.00. Agar tak kecewa, perlu diperhatikan bahwa warung itu tutup setiap hari Minggu dan hari libur nasional.


Sumber: Kompas, Sabtu, 30 Juni 2007.



Read more...

Hiking Around the Crater

Circling Kawah Ratu to the right (north) is popular and less dangerous route than to the left because the edge of the cliff is secured with a fence. Along the right, twisted trees on the rim make an eerie sight. After a short while, you see an experimental cloud-seeding station which was once run by Indonesia’s Agency for Applied Technology (BPPT) but is now defunct. It is

Read more...

Menguak Sejarah Alam Bandung Purba

Bayangkan ketika kita duduk di pendopo Bandung yang indah saat ini, atau ketika tepekur dan berzikir di lantai marmer Masjid Raya Jawa Barat. Bila hal itu terjadi 20 ribu tahun yang lampau, berarti kita sedang duduk di dasar danau pada kedalaman 10 – 15 m.

Read more...

Legendary Tangkuban Perahu

Sangkuriang and LakeLocated in Lembang, this place is only within 30 minutes drive from Bandung (when the traffic is light). Tangkuban Prahu is actually a volcanic mountain. The shape resembles an upturned boat, hence, the name. (Tangkuban Prahu in Sundanese means, more or less, upturned boat) There is a legend involved in the creation of this mountain.

Read more...

Sari Ater

>> Thursday, November 15, 2007


Read more...

Situ Patengan

Read more...

East Bandung Hideaway

>> Wednesday, November 14, 2007

In the east of Bandung lie several cities which have magnificent thinks to explore. First destination is Cipacing, it’s a village that is famous for wayang golek (wooden puppet) production. Passing Cipacing around 45 minutes driving, you’ll arrive at Cangkuang Temple. A village that has the only one Hindu temple that remains. Pass Cangkuang you’ll arrive in Cipanas, Garut, natural hot water area, where you can relax and loosen up your muscles. The natural hot water in Cipanas is different with the one in Lembang. It’s built from natural gas and it does not contain sulfur. The last destination is Garut. It’s a city that is famous for its leather products. Walk around the city and explore the amazing and nice hideaway places. Last but not least the perfect hideaway is Kampong Sampireun. A resort that offers a quiet, unique and natural beauty.

The Sight:
• Cipacing
• Cangkuang
• Cipanas
• Garut

Information:
• Distance 61 km
• Time 4-5 km
• Monday - Sunday

Read more...

Sejarah Pariwisata Indonesia

>> Monday, November 5, 2007

ABSTRAKSI
Telaah pustaka sejarah pariwisata mengungkapkan perniagaan sebagai awal adanya pariwisata. Ada juga yang berpendapat bahwa penemuan roda adalah awal dari kegiatan pariwisata. Catatan lain menunjukkan, perjalanan ibadah menjadi salah satu penyebab lahirnya pariwisata.
Penemuan mesin uap, telah membawa manusia menuju pariwisata massal modern. Hal ini mendorong munculnya masyarakat kota industrial dan modern, semakin banyaknya orang yang meningkat kesejahteraanya dan meluangkan diri untuk kegiatan pariwisata.
MORE

Read more...

Pesona Tangkuban Perahu

>> Thursday, November 1, 2007

SEBAGAI salah satu gunung api di Jawa Barat, Gunung Tangkuban Perahu sudah sangat dikenal dan melegenda. Letaknya sekitar 30 kilometer di sebelah utara Kota Bandung, dengan ketinggian 2.084 meter dari permukaan laut. Gunung tersebut identik dengan legenda tanah Sunda yang terkenal, yaitu Sangkuriang. Konon, bentuk gunung yang seperti trapesium terpancung tersebut merupakan perwujudan dari perahu terbalik yang ditendang Sangkuriang. Legenda itu erat kaitannya dengan nama Tangkuban Perahu.
Gunung berapi aktif tersebut sekarang memang masih "tidur". Namun, dalam waktu lebih dari seabad gunung tersebut beberapa kali meletus. Akibatnya, di kawasan puncak terdapat sembilan kawah yang rata-rata masih aktif mengeluarkan asap belerang.
Kawah terbesar yang berada di puncaknya adalah Kawah Ratu. Panorama alam di sekitar kawah ini sangat mengagumkan sehingga menarik minat orang untuk menikmatinya. Jadilah Gunung Tangkuban Perahu dengan keindahan alamnya sebagai tujuan wisata banyak orang.
Pesona Tangkuban Perahu yang mampu menarik wisatawan ribuan orang juga menarik minat ribuan warga untuk mengais rezeki di kawasan itu. Kini, tempat wisata andalan di tanah Sunda tersebut selalu ramai dipadati wisatawan dan mereka yang mencari sumber kehidupan di sana.


KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Kenangan - Panorama kawah yang indah menarik minat pengunjung untuk menjadikannya latar belakang saat berfoto sebagai kenang-kenangan.





KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Pasar Cenderamata - Puluhan kios yang menjual berbagai macam cenderamata berdiri di area sekitar kawah. Sebagai daerah tujuan wisata, kawasan ini mampu memberikan penghidupan bagi ratusan hingga ribuan warga setempat.


KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Angklung - Alat musik tradisional ini dapat dibeli sebagai oleh-oleh khas dari tanah Sunda.


KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Obat Sakit Kulit - Belerang yang berasal dari kawah gunung di jual bebas dalam bentuk serbuk atau bongkahan. Belerang ini diyakini bisa menjadi obat sakit kulit.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Batas - Dinding kawah yang kering dan gersang bertolak belakang dengan punggungan salah satu puncak yang hijau penuh tumbuhan.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Dari Batu - Seorang pedagang tengah menanti pembeli dagangan aksesorinya yang terbuat dari batu alam.
Sumber: Kompas, Minggu, 15 Juni, 2003

Read more...

Dari Kawah hingga Air Panas


TANGKUBAN Perahu, nama salah satu gunung api di Jawa Barat, sudah melegenda. Tingginya 2.084 meter dari permukaan laut. Letaknya sekitar 30 kilometer utara Bandung, ibu kota Provinsi Jawa Barat. Gunung berbentuk seperti trapesium terpancung, atau yang dikenal secara populer digambarkan berbentuk perahu terbalik, itu adalah salah satu gunung berapi aktif di Jabar.
Gunung berapi ini memang sekarang masih "tidur". Tetapi, dalam kurun waktu 1,5 abad tercatat telah beberapa kali meletus. Tak heran bila kita berada di atasnya menemukan ada sembilan kawah. Beberapa kawah memunculkan bau asap belerang, bahkan ada

Read more...

Ciater "Surga" di Punggung Tangkuban Perahu

TIDAK banyak tempat wisata di Indonesia yang menawarkan air panas alami langsung dari gunung aktif dengan bau belerangnya yang menyengat, namun berkhasiat untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu. Apalagi tempat wisata air panas itu sudah dikelola baik sehingga sangat nyaman untuk menjadi tempat berwisata, lengkap dengan penginapan, restoran, taman bermain, bahkan ruang pertemuan besar untuk perayaan perkawinan dan sejenisnya.
Rekreasi Air Panas Alam Sari Ater atau lebih banyak dikenal dengan Ciater adalah salah satu lokasi wisata air panas yang menyediakan hampir semua kebutuhan wisata. Sari Ater benar-benar menawarkan "surga" bagi

Read more...

Kembalilah ke Indonesia!

Bursa Wisata Norwegia
OleH: Denny Sutoyo- Gerberding
Seruan yang bernada imbauan di atas sama sekali bukan pesan iklan, melainkan judul artikel utama harian Aftenposten, koran tiras pertama Norwegia, Jumat, 12 Januari 2007.
Tulisan itu dilengkapi dengan foto Trio Batakos, penyanyi lagu-lagu Batak yang khusus didatangkan untuk tampil di stan Indonesia, dalam bursa wisata Norwegia, Reiseliv 2007.
Kegiatan berlangsung di balai pameran dagang Norwegia (Norges Varemesse) di Lillestrom yang luasnya 25.000 meter persegi. Pameran diikuti 170 negara dengan 1.000 peserta dan berlangsung selama empat hari, antara 11 Januari dan 14 Januari.
Meskipun penduduk Norwegia hanya sekitar 5 juta, tetapi

Read more...

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP